Mengapa Penilaian Perusahaan Tertutup Lebih Rumit dari Perusahaan Publik?

Menentukan nilai suatu perusahaan adalah langkah penting dalam dunia bisnis dan investasi. Nilai perusahaan tidak hanya mencerminkan kinerja finansial, tetapi juga prospek, risiko, dan kepercayaan pasar terhadap bisnis tersebut. Namun, ada perbedaan besar antara menilai perusahaan publik (terbuka) dan perusahaan tertutup (private company).

Jika perusahaan publik relatif mudah dinilai karena informasinya terbuka dan sahamnya diperdagangkan di bursa, maka penilaian perusahaan tertutup jauh lebih rumit. Kerumitan ini muncul karena keterbatasan data, kurangnya transparansi, dan perlunya banyak asumsi dalam menentukan nilai wajarnya. Artikel ini akan membahas secara mendalam mengapa valuasi perusahaan tertutup lebih kompleks dibandingkan perusahaan publik, serta bagaimana para analis dan investor mengatasinya.

1. Perbedaan Fundamental: Publik vs. Tertutup

Sebelum memahami kerumitannya, penting untuk mengetahui perbedaan mendasar antara perusahaan publik dan perusahaan tertutup.

  • Perusahaan publik adalah perusahaan yang telah menjual sebagian sahamnya ke masyarakat melalui bursa efek (seperti BEI). Harga sahamnya selalu tersedia dan berubah setiap hari berdasarkan permintaan dan penawaran pasar.
  • Perusahaan tertutup tidak terdaftar di bursa, sahamnya dimiliki oleh individu atau kelompok tertentu, dan tidak diperjualbelikan secara bebas.

Dengan kata lain, harga saham perusahaan publik ditentukan pasar, sedangkan harga saham perusahaan tertutup harus dihitung secara estimatif melalui analisis valuasi. Inilah sumber utama kompleksitasnya.

2. Keterbatasan Data dan Transparansi

Salah satu tantangan terbesar dalam menilai perusahaan tertutup adalah kurangnya data publik yang dapat diverifikasi.

Perusahaan publik diwajibkan oleh regulator seperti OJK untuk mempublikasikan laporan keuangan secara rutin — biasanya setiap kuartal dan tahunan. Data tersebut telah diaudit, mengikuti standar akuntansi, dan dapat diakses oleh siapa pun.

Sebaliknya, perusahaan tertutup tidak memiliki kewajiban untuk membuka laporan keuangan ke publik. Bahkan dalam banyak kasus, laporan keuangan internal belum diaudit atau tidak disusun dengan standar yang sama dengan perusahaan publik.

Hal ini menimbulkan tiga konsekuensi utama:

  1. Tingkat kepercayaan terhadap data lebih rendah, karena tidak ada pihak independen yang memverifikasi.
  2. Sulit melakukan perbandingan (benchmark) dengan perusahaan sejenis di industri yang sama.
  3. Analis harus banyak menggunakan asumsi dan estimasi, yang meningkatkan subjektivitas hasil valuasi.

3. Tidak Ada Harga Pasar yang Terbentuk

Pada perusahaan publik, valuasi dapat dimulai dari harga pasar saham terkini. Misalnya, jika harga saham perusahaan A adalah Rp5.000 per lembar dan total sahamnya 1 miliar lembar, maka kapitalisasi pasarnya Rp5 triliun. Dari situ, analis tinggal menilai apakah harga tersebut undervalued atau overvalued.

Namun, pada perusahaan tertutup, tidak ada harga pasar karena sahamnya tidak diperdagangkan secara bebas. Maka, untuk mengetahui nilai perusahaan, analis harus menghitungnya dari nol — menggunakan pendekatan seperti:

  • Discounted Cash Flow (DCF): memperkirakan nilai sekarang dari arus kas masa depan.
  • Comparable Company Analysis (CCA): membandingkan dengan perusahaan publik sejenis.
  • Precedent Transaction Method: meninjau transaksi penjualan perusahaan sejenis di masa lalu.

Masing-masing metode memerlukan banyak asumsi: proyeksi pendapatan, tingkat pertumbuhan, struktur modal, hingga tingkat diskonto. Sedikit perbedaan dalam asumsi dapat menghasilkan perbedaan nilai yang sangat besar.

4. Faktor Risiko dan Diskon Khusus

Valuasi perusahaan tertutup harus memperhitungkan beberapa diskon (discount factor) yang tidak berlaku pada perusahaan publik. Dua di antaranya adalah:

a. Discount for Lack of Marketability (DLOM)

Saham perusahaan tertutup sulit dijual karena tidak ada pasar publik untuk memperdagangkannya. Akibatnya, investor menuntut diskon atas nilai wajar, biasanya antara 20%–40%, tergantung tingkat kesulitan menjual saham tersebut.

b. Discount for Lack of Control (DLOC)

Jika investor hanya memiliki sebagian kecil saham tanpa kendali manajemen, maka nilai saham tersebut lebih rendah daripada kepemilikan mayoritas. DLOC ini bisa berkisar antara 10%–30%.

Kedua diskon ini membuat valuasi perusahaan tertutup menjadi lebih rumit, karena tidak hanya menghitung nilai ekonomi perusahaan, tetapi juga nilai relatif terhadap kemampuan likuidasi dan kontrol pemilik saham.

5. Kompleksitas dalam Proyeksi Keuangan

Proyeksi keuangan adalah jantung dari metode valuasi seperti DCF.
Namun, pada perusahaan tertutup, data historis sering kali terbatas atau tidak konsisten. Misalnya:

  • Laporan laba rugi belum terpisah antara kegiatan operasional dan non-operasional.
  • Pengeluaran pribadi pemilik kadang tercampur dalam pembukuan perusahaan.
  • Struktur biaya belum mencerminkan skala bisnis yang profesional.

Hal-hal ini membuat analis harus melakukan banyak penyesuaian (normalisasi) sebelum memproyeksikan kinerja ke depan. Akibatnya, akurasi proyeksi menjadi sangat bergantung pada keahlian dan pengalaman analis.

6. Tidak Ada Informasi Pasar Pembanding yang Lengkap

Dalam metode perbandingan (market approach), analis biasanya menggunakan rasio keuangan perusahaan sejenis — seperti PER (Price to Earnings Ratio) atau EV/EBITDA.
Namun, untuk perusahaan tertutup, sulit menemukan data pembanding yang identik karena:

  • Perusahaan sejenis juga banyak yang tertutup.
  • Data transaksi merger atau akuisisi jarang dipublikasikan.
  • Kondisi industri bisa berbeda secara signifikan.

Sebagai hasilnya, analis harus menggunakan proxy atau penyesuaian, misalnya mengambil rata-rata dari perusahaan publik yang paling mirip. Pendekatan ini tentu meningkatkan ketidakpastian hasil akhir valuasi.

7. Aspek Subjektivitas yang Tinggi

Karena keterbatasan data dan banyaknya asumsi, penilaian perusahaan tertutup sering kali bersifat subjektif.
Dua analis berbeda bisa memberikan nilai yang sangat berbeda untuk perusahaan yang sama, tergantung:

  • Metode valuasi yang digunakan.
  • Tingkat diskonto yang diterapkan.
  • Asumsi pertumbuhan pendapatan dan biaya modal.

Oleh karena itu, proses valuasi biasanya harus divalidasi oleh pihak independen atau appraisal profesional yang berpengalaman di sektor terkait.

8. Pengaruh Kepemilikan dan Struktur Perusahaan

Struktur kepemilikan perusahaan tertutup juga dapat mempersulit valuasi. Misalnya:

  • Perusahaan keluarga sering kali memiliki pengaruh personal dalam pengambilan keputusan bisnis.
  • Tidak semua kebijakan diarahkan untuk memaksimalkan profit (ada pertimbangan sosial atau internal keluarga).
  • Kadang ada kepemilikan silang atau aset pribadi pemilik yang digunakan untuk operasional perusahaan.

Kondisi ini membuat perlu adanya pemisahan yang jelas antara nilai bisnis (business value) dan nilai pribadi (personal asset value) agar hasil valuasi objektif.

9. Faktor Non-Finansial yang Sulit Diukur

Selain faktor keuangan, ada juga faktor kualitatif yang memengaruhi nilai perusahaan, seperti reputasi merek, loyalitas pelanggan, kualitas manajemen, atau potensi pertumbuhan industri.

Pada perusahaan publik, faktor-faktor ini biasanya sudah tercermin dalam harga saham melalui mekanisme pasar.
Namun, pada perusahaan tertutup, faktor-faktor tersebut harus dievaluasi secara manual, sering kali melalui wawancara, observasi lapangan, atau analisis mendalam — yang tentu menambah kompleksitas dan waktu valuasi.

10. Kesimpulan

Menilai perusahaan tertutup jauh lebih rumit dibanding perusahaan publik karena minimnya transparansi, tidak adanya harga pasar, serta tingginya ketergantungan pada asumsi dan subjektivitas analis.
Selain itu, adanya faktor diskon atas likuiditas dan kontrol, keterbatasan data keuangan, serta pengaruh non-finansial menjadikan proses valuasi lebih menantang.

Namun, kompleksitas ini bukan berarti tidak bisa diatasi. Dengan kombinasi pendekatan analitis (quantitative) dan kualitatif (judgmental), serta dukungan profesional seperti konsultan valuasi dan auditor independen, penilaian perusahaan tertutup tetap dapat menghasilkan estimasi nilai yang kredibel dan dapat dipertanggungjawabkan.

Pada akhirnya, tujuan utama valuasi bukan sekadar menentukan angka nominal, tetapi membantu pemilik, investor, dan calon mitra memahami nilai ekonomi sebenarnya dari bisnis yang mereka jalankan atau pertimbangkan untuk diinvestasikan.

PT Tribuana Mulia Investama sebagai Perusahaan Jasa Konsultan Keuangan, Manajemen, Bisnis, dan Investasi, memberikan layanan Jasa Pembuatan Company Valuation yang dibutuhkan oleh perusahaan tertutup, perusahaan keluarga, startup, lembaga keuangan, investor, maupun pihak yang sedang merencanakan aksi korporasi seperti merger, akuisisi, penjualan saham, atau penambahan modal usaha.

Layanan ini bertujuan membantu klien memperoleh gambaran nilai wajar perusahaan secara objektif, akurat, dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga menjadi dasar pengambilan keputusan strategis dalam investasi dan pengembangan bisnis.